Rabu, Juni 01, 2011

Di Balik Kisah Sukses La Galigo (2)

Gubernur dan Bissu Saidi
(Catatan kedua untuk kondisi Bissu Saidi)

Rabu, 1 Juni 2011 sekira pukul 13.00, saya mengunjungi Bissu Saidi di Rumah Sakit Labuang Baji, perawatan Baji Dakka III, kamar 323 lantai 3. Kondisinya sudah sedikit membaik dan wajahnya mulai nampak merah. Tak seperti pada pekan sebelumnya, pucat dan tak mampu berbicara.

Bissu Saidi atau Puang Saidi atau juga Puang Matoa, saya lebih senang menuliskan dengan nama Bissu Saidi. Dia dipindahkan dari Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo pada 31 Mei 2011, sore hari. Alasan kepindahannya belum tahu?

Ketika saya mengunjunginya di Labuang Baji, dia sedang disuap makan bubur seorang perempuan kerabatnya, dari rantang palstik jatah dari rumah sakit. Bissu Saidi pelan-pelan menelannya. Lalu saya menyapanya, dia memiringkan sedikit kepalanya, melihat, setelah itu melanjutkan kunyahannya.

Saya harus memberitahumu, bila fisik Bissu Saidi secara kasat mata lebih kurus dari sebelumnya. Dadanya terlihat begitu tipis, wajahnya semakin tirus. Dia terbaring di ruang kamar perawatan kelas III, seharusnya ada empat ranjang, tapi satu yang lainnya dikeluarkan. Dua lain yang terisisa digunakan keluarga untuk beristirahat saat menjaga Bissu Saidi.

Tapi ranjang-ranjang itu akan kembali terisi bila ada pasien lain.

Saya bercerita dengan keponakan Bissu Saidi, perihal kepindahan rumah sakitnya. Dia juga tak tahu apa-apa. Namun, dia ada cerita. Waktu dirawat di rumah sakit Wahidin Sudirohusodo kebutuhan obatnya sangat mahal. Ada obat yang harganya dua juta lebih, padahal hanya dalam botol kecil. Dia menjelaskannya dengan memperlihatkan gerakan mengapit jari telunjuk hingga menyentuh jempol jari tangannya. “Kecil itu botol,” katanya.

Di sana (RS Wahidin Sudirohusodo) obatnya mahal-mahal,” lanjutnya.
Bagaimana dengan pembayaran rumah sakitnya,” kataku.
Iye yang di Wahidin (RS Wahidin Sudirohusodo) dibayarkan Bupati Barru,” katanya.
Bupati Pangkep bagaiaman?,”
Nda ada,”
Bupati Barru bayar beserta obat-obatnya,”
Belum,”
Tapi akan diganti?,”
Belum tahu juga nanti.”

Saya berhenti di cerita itu. Saya beralih mengamati ruangan rawat Bissu Saidi. Tembok warna biru, ada televisi ukuran 14 inci, sebuah lemari kecil, dan toilet. Jendela yang lebar dan pintu yang rusak. Tak ada pendingin udara. Cukup gerah berada di dalamnya.

Bissu Saidi berbaring tak menggunakan baju. Hanya ada tutupan helai sarung yang menyembunyikan tulang dadanya yang semakin menonjol. Rambutnya digulung ke atas bantal. Dan dua botol infus menusuk pergelangan tangan kanannya.
Sebelum kehadiran saya di ruangan Bissu Saidi, ada rombongan Gubernur Sulawesi Selatan, Syahrul Yasin Limpo yang menjenguknya. Ruangan penuh orang. Koridor depan kamar pun penuh. Rombongan itu membawa serta pula wartawan. Ada yang mengambil gambar dan mencatat peristiwa kunjungan itu. -besok kita akan lihat hasilnya di media.

Sementara saya datang dengan adik saya. Kebetulan tempatnya ikut tes masuk perguruan tinggi dekat dengan RS Labuang Baji, jadi sekalian. Namanya Eva. Dia begitu gembira diajak menemui Bissu Saidi. “Saya itu lihat satu kaliji di tivi (saya hanya lihat Bissu Saidi satu kali di televisi),” katanya.

Setelah masuk kamar dan saya menyapa Bissu Saidi dan kerabatnya. Wajah Eva berubah. Di perjalanan pulang dia bilang kasihan sekali. “Awwe, mapakasiara-ara (sangat kasihan),” katanya dalam dialog Luwu.

Ternyata Eva juga menyimak cerita tentang kunjungan Gubernur Sulsel. “Ada Gubernur datang, tapi nda ada kulihat buah-buah atau apakah yang dibawakan,” katanya. “Mungkin datang bangji menjenguk dan kasi lihat dirinya le (mungkin hanya datang menjenguk dan perlihatkan diri saja).” (Eko Rusdianto)


0 comments:

Posting Komentar