Rabu, April 11, 2012

Bertemu Pappilio androcles

Saat mengunjungi Bantimurung, hal yang paling membuat nyaman adalah air terjunnya. Saat mendekatinya gemuruhnya membuat suasana menjadi hangat.
Mengunjungi Bantimurung, seperti mengunjungi bagian daratan lain di Sulawesi Selatan. Sejuk dan memikat, ibarat taman firdaus Nabi Adam sebelum diturunkan ke bumi.  Di sana ada air terjun, gunung-gunung karst yang terpisah seperti pulau, tebing batu, dan kupu-kupu. 

Pada tahun 1857 seorang naturalis Inggris, Alfred Russel Wallacea mengunjunginya, dan menulis tentang kehebatan taman cantik itu. Wallacea menemukan beberapa serangga mengagumkan, kupu-kupu adalah yang paling menarik hati. Dia mencatat ratusan spesies serangga dan menggambarkan kupu-kupu Pappilio androcles yang cantik.

Androcles digambarkan seperti sebuah layang-layang dengan ekor panjang yang cantik. Saat hinggap dipucuk tanaman, ekornya akan bergoyang naik turun , membuatnya melayang. Adrocles begitu menjaga dirinya agar tak cedera.

Pada masa itu Wallace mencatat tak kurang dari 270 spesies kupu-kupu yang menghuni Bantimurng. Kemudian pada 120 tahun kemudian, Anis Mattimo, seorang peneliti dari Universitas Hasanuddin, Makassar, mengidentifikasi jenis yang terisisa 103 spesies kupu-kupu. Hasil berbeda ditemukan Profesor Mappatoba Sila dari Universitas Hasanuddin, tahun 1997 berjumlah 147 jenis.

Setahun setelah penemuan Mappatoba, Profesor Amran Ahmad yang melakukan peneletian serupa hanya mampu mencatat 80 jenis spesies kupu-kupu. Sungguh mencengangkan.

Saya bertemu dengan Amran Ahmad pada Desember 2010. Dia menjelaskan banyak faktor yang membuat penurunan jumlah kupu-kupu. Salah satunya karena pakan makanan tak tersedia yang dimulai dari telur, ketersediaan tanaman atau daun untuk tempat bertelur dan ulat.

Setiap spesies kupu-kupu pun membutuhkan jenis pakan berbeda. Untuk jenis Papilio, pakan telurnya adalah sitrus (tanaman dari jeruk-jerukan). Dan ketika sudah bersayap, semua spesies kupu-kupu bisa melahap semua jenis tanaman bernektar.

Sementara usia kupu-kupu paling lama 50 hari. Dimulai dari fase telur hingga kepompong, selama 23 hingga 28 hari. Dan untuk terbang bebas terbang bebas di alam usinya hanya 18 hari.

Asumsi lainnya, menurut Amran kondisi alam yang tidak seimbang membuat kupu-kupu tak betah. Kupu-kupu harus membutuhkan lingkungan yang bersih dan tidak begitu ramai. Tapi saat saya mengunjungi taman wisata Bantimurung pada Sabtu, 6 April 2012 jumlah pengunjung ke taman wisata alam itu disesaki ribuan orang. Dari mulai anak kecil, remaja, hingga orang tua.

Di kawasan itu, ada beragam fasilitas permainan yang disediakan, dari mulai kolam renang anak, ban untuk berenang, permainan outbound, hingga fasilitas bernyanyi dengan sound besar. Kawasan Bantimurung yang dikelola  oleh pemerintah daerah, tak pernah membatasi jumlah pengunjung. Sampah-sampah terlihat dimana-mana, ada bungkus rokok, sisa makanan, hinga kantong kresek. Pemda hanya berfokus pada pendapatan daerah dari tiket pengunjung mencapai Rp 3 milyar setiap tahunnya. Dan untuk tahun 2010 targetnya dinaikkan menjadi Rp 7,7 milyar.
 
Beberapa fasilitas yang disiapkan pemerintah daerah untuk meningkatkan kunjungan ke Bantimurung.
Padahal secara nyata, beberapa fasilitas utama pendukung, seperti museum kupu-kupu sudah mulai tak terawat. Koleksinya sudah mulai dimakan rayap, rak-rak penyimpanannya pun hampir dipastikan semuanya lapuk.

PARKIRAN dekat pintu utama memasuki kawasan Bantimurung itu disesaki kendaraan, roda dua dan roda empat. Di sisi lainnya berjejer warung makanan, penjual jagung bakar yang tak hentinya mengepulkan asap, hingga toko pernik hiasan dari kupu-kupu.

Koleksi kupu-kupu yang dijual di sepanjang jalan masuk Bantimurung begitu beragam, ada puluhan jenis spesies yang telah terawetkan. Ada juga beberapa anak muda, begitu sigap mendatangi pengunjung yang baru datang, menawarkan jasa pengawetan kupu-kupu yang disisipkannya di dalam tas.

Saya juga melihat tiga orang bocah memegang gala yang ujungnya diberikan jaring, untuk memburu kupu-kupu. Mereka berkeliaran di sekitaran kawasan Bantimurung.  

KETIKA saya dan tujuh orang kawan lainnya akan meninggalkan Bantimurung, tiba-tiba kami dibuat kegirangan melihat seekor kupu-kupu berwarna putih terang terbang disisi lain aliran sungai. Suka cita bukan main tiada taranya. Itu, Papilio androcles.

Androcles itu, terbang rendah. Hinggap di bebatuan dekat pinggiran sungai. Hinggap di ban, hingga di tanaman kecil. Orang-orang lalu lalang, tak memperhatikannya. Kami berjalan cepat menghampirinya, tapi dia lebih cepat menghilang. Akhirnya hanya memotret beberapa kupu-kupu kecil lainnya.

Tempat melihat androcles itu muncul hampir sama dengan penggambaran Wallacea 155 tahun lalu. “Di sepanjang jalan setapak antara air terjun pertama dan kedua, serta di tepi lubuk, saya menemukan berbagai serangga. Lusinan kupu-kupu besar semi-transparan, Idea tondana, terbang dengan santainya. Saya juga berhasil mendapatkan spesies serangga yang saya idamkan tapi tak menduga akan saya temukan di sini. Serangga yang saya maksud adalah jenis Papilio androcles, kupu-kupu terbesar dan terlangka diantara jenis kupu-kupu berekor layang-layang,” tulisnya di buku Kepulaun Nusantara (The Malay of Archipelago).
Sebelum memasuki gerbang utama kawasan wisata Bantimurung, ada puluhan stand yang menawarkan kupu-kupu pajangan yang sudah diawetkan. Jumlahnya mencapai ribuan dan dari beragam jenis.

Kegirangan saya melihat androcles itu seperti melihat keajaiban. Sebab inilah kali pertama saya juga bisa menjumpai androcles itu meskipun hanya seekor, dari puluhan kali kunjungan saya ke Bantimurung.

Di daerah sekitar androcles itu terbang rendah saya memegang kamera dan berharap dia datang kembali. Tapi itu sudah mustahil, teriakan pengunjung, percikan air, hentakan saling kejaran, mungkin membuat androcles membatalkan niatnya.

Saya mencoba memasuki dunia Wallacea saat menemukan itu. Mencoba menutup mata dan duduk, tapi hanya berhasil beberap detik. Saya tak dapat konsentrasi.

Di pintu keluar kawasan Bantimurung, saya menoleh melihat beberapa pigura yang diisi oleh beragam kupu-kupu. Saya melihat beberapa jenis Papilio androcles  cantik dan mengagumkan, tapi tak segirang ketika melihatnya terbang di dekat air terjun.

2 komentar:

  1. kecewa,
    saya juga kecewa saat beberapa bulan lalu ke bantimurung. sejak dari gerbang sampai ke goa, lalu menyusur jalan balik. hanya 2 kupu2 yang saya lihat. tidak tahu jenis apah. sayapnya tidak besar, warna kuning....

    sepanjanng jalan melewati los-los kios menjual cinderamata, saya hanya memandang iba mlihat kupu-kupu dimumikan dlm bingkai kaca, dibuat hiasaan atau pajangan. cantik memang tapi, tidak hidup!

    BalasHapus
  2. Tidak hanya itu Novi, ternyata pengelolaan kawasan Bantimurung dilakukan oleh pemerintah daerah, retribusi tiket masuk saja tiap tahun ditergetkan minimal Rp3 miliar. Tahun 2010, bahkan hingga Rp7,7 miliar.

    Artinya ini berbanding terbalik dengan keinginan para peneliti kupu-kupu yang mengusulkan untuk pembatasan pengunjung. Sebab aktifitas seperti membangkar ikan, membuang sampah, akan mengurangi minat kupu-kupu...

    BalasHapus