Kamis, Mei 16, 2013

Surat Cinta Pertama


Pengantar Surat Cinta
Pekan lalu saya dan Tika berencana membeli kertas untuk menulis surat cinta. Namun di salah satu toko alat tulis yang cukup lengkap di Makassar ternyata tak menyediakan keinginan itu. “Ihh, masa kertas begini,” kata Tika.

“Ih masa model surat cintanya begini,” lanjutnya.

Singkat kata, Tika tak menyenanginya. Akhirnya kami memutuskan tak belanja kertas dan amplop surat cinta. Bagaimana dengan rencana kami berkirim surat cinta? Nah siang tadi, ketika hendak menuju Belopa dari rumah keluarga saya di Suli, saya berpikir untuk tetap menulis surat cinta. Tidak melalui kantor pos dan perangko,melainkan melalui jejaring sosial facebook.

Saya berharap, ketika saya menulis surat, Tika akan membalasnya. Saya akan menuliskannya di laman notes lalu men-tag namanya. Begitupun sebaliknya saat dia membalas surat itu. Nah, sekarang mari memulainya.

Dear Sartika, yang jauh dipelupuk mata.
Salam damai selalu untukmu,

Sudah hampir dua bulan ini saya tinggal di rumah keluarga. Seperti biasa, seperti apa yang kita bicarakan di telfon dan sms, ada banyak hal membuat proses kerjaan terhambat. Dan seperti biasanya lagi, mari kita berdoa untuk semua agar berjalan baik dan lancar. Semesta selalu mendukung penghuninya yang tahu diri. 

Saya akan menceritakan padamu tentang kegiatanku selama hampir dua bulan ini. Tapi sebelumnya saya ucap maaf sayangku, baru kali ini menulis surat untukmu. Harap kau mengerti. Kepalaku bagai ditumbuhi lumut ide, namun tak cukup mampu saya memupuk dan merawatnya agar tumbuh menjadi catatan.

Dan kini, penggalan-penggalan ingatan itu akan kurangkai sekuat tenaga, mungkin saja bisa jadi bahan tawa dan hiburan saat suntuk.

Awal bulan lalu, ketika saya pulang ke rumah di Suli, saya merasa kembali didekap kehangatan. Pagi-pagi sekali Mama membangunkan salat subuh, pun pada hari Jumat akan ngomel untuk mengingatkan salat Jumat. Ini mengingatkan saya pada kejadian beberapa tahun lalu, ketika semua pakaian, uang jajan masih disiapkan Mama. Di rumah, saya merasa selalu menjadi anak kecil yang bahagia. Makan dengan riang dan kadang bersenda gurau dengan mama.

Tapi sendagurau itu tak bertahan lama, sebab pembicaraan selalu saja beralih ketika Mama mengingatkan akan usia. Sudah saatnya menikah,hehehe. Tapi soal nikah saya tak akan menuliskan disini bukan.
Tika,

Saya ingat betul, pada pekan pertama di kampung dan berangkat salat Jumat, Nenek Kapala (Kepala Dusun) mengumumkan perintah untuk warga agar membuat patok-patok kecil di depan rumah, sebagai pion penanda bahu jalan. Tingginya 40 sentimeter. Artinya dengan panjang halaman, di depan rumah berarti akan ada 6 buah pion.

Minggu selanjutnya, saya menunaikan tugas dan perintah Nenek Kapala itu. Saya mengelupas batang kayu yang sudah dipotong pemberian tetangga. Kemudian menggali lubang tanam. Lubang tanam itu sekira 30 sentimeter, menggunakan linggis. Dua lubang sudah tergali dan keringat mulai bercucuran. Dan akhirnya tiga lubang dengan sedikit memaksakan kemampuan akhirnya usai juga. Pion sudah terpasang. Dan jemari tangan mulai kaku.

Tapi otot bahu mulai tegang dan lengan juga semakin gemetaran. Saya tak melanjutkan menggali tiga lubang lainnya. Saya benar-benar kelelahan. Mama memberi saya ucapan tawa yang mengejek. Ternyata menggali lubang hanya beberapa jam energinya lebih besar dari menulis laporan selama seminggu, hihihi.

Tapi cukuplah, itu cerita memalukan saya.

Kini, pada saat bersamaan saya menulis surat ini, saya sedang bersantai di warung M2ARS di Belopa. Menghadapi laptop dan meneguk kopi. Saya memilih duduk dengan menghadap arah jalan, tempat mobil melaju jika hendak ke Makassar. Sengaja saya memilih demikian, agar pandanganku dapat melesat ke Makassar. Meskipun saya tahu, ada sekira 350 km, dari tempat dudukku dan tempatmu bersiap membaca surat ini.

Tika,
Banyak hal yang kita lalui dalam perjalanan hubungan kita. Menjelang sembilan tahun bukan. Tapi setahu saya, cara paling bahagia saat kita saling ingin meluapkan kesenangan dengan menuliskan cerita. Kado dan hadiah kita adalah catatan. Sederhana dan berwibawa.

Pada saat bersamaan, ketika kita berencana untuk menceritakan masalah yang tersendat, selalu terlupakan saat kita bertemu. Kadang-kadang kita bertengkar di telfon dan sms. Namun saat bertemu masalah itu seperti berlalu begitu saja. Kekhawatiran-kekhawatiran kita seperti terbuang dalam luapan tawa.

Untuk itulah sayangku, di warung kopi ini, saya membayangkanmu berada di sampingku. Dan sirna lah semua kebekuan, sirnalah semua kebencian.

Sekian dulu, saya menunggu balasanmu.
Salam hangat dari kekasihmu,

Balasan dari Tika.

Untuk Eko, kekasihku tersayang...
Saya senang sekali menerima surat darimu. Ketika membacanya, saya seolah-olah melayang dan tak sabar ingin membalasnya. Untuk bercerita dan mengabarkanmu setiap hal yang telah terjadi.

Sayang sekali, ketika kita mencari kertas di toko itu, tak ada yang benar-benar menarik untuk menjadi saksi cerita-cerita kita. Tapi tak apa, kita masih bisa menulis surat cinta melalui facebook.
Eko, sayangku...

Ceritamu tentang menggali lubang sangat lucu. Pantaslah mamak tertawa. Saya pun tertawa membacanya.  Saya senang sekali mendengar kamu bahagia berada di kampung. Nikmatilah dan jangan terlalu berpikir banyak hal yang dapat membuatmu sulit bersenang-senang. Saya yakin semesta telah menyiapkan hadiah kejutan yang banyak untukmu. Tenanglah... Bukankah kita sudah membicarakan mengenai pekerjaan itu saat kita begitu lahapnya makan di sore itu saat kau bersamaku.

Saya ingin bercerita juga tentang hari-hari bahagiaku. Semoga kamu ingin membacanya dengan bahagia pula.
Sudah satu minggu ini, saya pindah ke kost yang baru. Tempatnya begitu nyaman. Kamarnya luas dan memiliki kamar mandi di dalam kamar. Di depan pintu ada balkon. Ketika pagi, saya bisa menyaksikan dengan nyaman daun-daun pisang dan pohon-pohon yang lumayan tinggi. Angin membuatnya bergoyang seolah menyambutku dan mengucapkan selamat pagi. Di sini pun begitu tenang. Tak ada yang menyalakan radio begitu keras, seperti di kostku sebelumnya. Suara keras hanya kudengarkan dari mesjid saja saat adzan dan ketika mereka memutarkan lagu-lagu nasyid.

Saya bersyukur sekali mendapatkan tempat yang nyaman. Saya bisa menulis dalam kedamaian. Termasuk saat menulis surat ini untukmu.

Hanya, sesekali saya begitu merindukan Benteng Somba Opu. Rumah Bapak Serang. Dia dan istrinya begitu baik memberiku tempat tinggal sebelum saya mendapatkan kost ini. Rasanya, seperti sedang berada di rumah sendiri bersama bapak dan mamak. Ia telah menganggapku sebagai anaknya sendiri. Makan seperti apa yang mereka makan. Juga berdiskusi setiap hari. Ia mengajarkanku banyak hal. Tentang siri’na pacce. Tentang pertahanan. Tentang kebaikan dan keburukan.

Eko...
Saat ini saya pun begitu sedih dan gelisah. Pada Kamis lalu, saya menuliskan komentar pada salah satu status di facebookku. Komentar itu mungkin menyakiti hati seorang temanku. Saya begitu merasa bersalah. 

Mungkin saya kurang berhati-hati saat menulis. Tapi sesungguhnya tak ada niatku untuk menyakiti hati siapa pun. Kaupun tahu bagaimana sifatku.

Hingga hari ini, hatiku kian bersedih. Betapa bodohnya saya yang mungkin bersikap ceroboh. Saya mengirimkan pesan padanya. Melalui sms dan mengirimkan pesan ke facebooknya. Namun tak ia balas. Saya mungkin harus bersabar dan berdoa; semoga semua baik-baik saja.

Saya mencoba meminta pendapat dari beberapa teman mengenai itu. Mereka mengatakan ini hal yang biasa. Mereka menganggap komentarku tak berlebihan. Tapi saya sadar, tak semua orang beranggapan yang sama. Kita diciptakan berbeda-beda. Saya akan menunggu saja, hingga tiba saatnya saya mesti bersikap.

Kekasihku yang jauh di sana...

Setahun lebih sudah kita berjauhan. Kau tahu, betapa rindu ini tak pernah hilang untukmu. Seperti katamu, telah banyak hal yang kita lalui bersama. Susah, senang dan marah. Tapi kita mampu melaluinya. Kita masih bersama dan saling mencintai.

Kau selalu menjadi obat bagiku. Mendukungku dalam segala hal dan mengkritikku saat saya berbuat salah. Kita begitu serasi hingga mengalahkan pasangan Romeo dan Juliet.

Saya berharap dan selalu berdoa untukmu. Untuk kesehatan dan kebahagiaanmu. Semoga semesta selalu melindungi kita dimanapun kita berdua berada.

Salam tersayang selalu untukmu..
Dari kekasihmu,
Tika

4 komentar:

  1. Akhirnya tiba juga tulisan bang Eko di blog. Rindu akhirnya bisa terobati...ditunggu tulisan selanjutnya bang...

    BalasHapus
  2. Hi Arfah, terima kasih sudah mampir. Doakan saja semoga selalu menulis..

    BalasHapus
  3. The dealer doesn’t want to hear 코인카지노 about your issues, and simply because they're pressured to hear doesn’t imply they prefer it. You received a problem with one other participant, you get model new} desk, not the opposite participant, even when you sat down first. If your hair identifies you with any group, subculture, region, ideology or concept, then it’s incorrect for gambling. The concept is to be presentable, and hopefully barely engaging. The common gambler is superstitious, and in the end not very smart.

    BalasHapus