La Wellang Rawallangi, nama anak lelaki kami. Sapaannya
Elang. Dia akan berusia genap tujuh tahun pada Mei mendatang.
Hampir tiga tahun ini, dia tumbuh di tempat yang sungguh
indah. Berlari dan bermain dengan teman-temannya, dimana dia menghirup udara
dari tebing karst. Dia juga sudah mengalami bagaimana seluruh badannya menjadi
bentol, ketika musim ulat bulu. Kakinya yang penuhi bekas garukan karena gatal,
dari rumput yang ditempatinya berlari atau tiduran bersama teman-temannya.
Dia anak yang energik. Pertanyaannya pun sudah semakin detil
dan membuat saya harus belajar ulang. Dia bertanya tentang pohon yang bisa
tumbuh dibatu karst. Bertanya mengenai aliran sungai, kenapa keluar dari
batuan. Memperhatikan ular air yang memangsa kodok.
Dia tumbuh dengan sehat. Itu yang kami perhatikan. Saya dan
Tika sebagai orang tua, berusaha menemaninya bermain. Saya sesekali
membacakannya buku sebelum tidur. Tapi Mamaknya yang paling rajin. Kini dia,
menggandrungi serial Avatar Ang. Kadang-kadang jika ingin minum gelas airnya
diletakkan di meja, dan mempraktikkan gerakan Katara – si pengendali air –
untuk meminta air itu melayang dan masuk ke mulutnya tanpa harus memegang
gelas.
“Dimana saya harus belajar ilmu pengendali air bapak,” katanya.
Pertanyaan seperti itu selalu membuat saya gelagapan. Dan
dia mengerti saya tak mampu menjawabnya. Lalu dia sendiri mengabaikannya, dan
kadang dengan cetus bilang. “Bapak waktu kecil nda pernah mau belajar
kendalikan air kah.”
Sepuluh hari ini, dia benar-benar dapat dengan tenang
menikmati film itu. Tokoh favoritnya adalah Avatar Roku, sebab dia menjadi
penyelamat Ang jika sedang membutuhkan bantuan. Roku juga tinggal di dunia
arwah. Dialog favoritnya, ketika Roku mendatangi Ang; kami tidak perlu bersidih,
karena ini adalah salah saya, yang seharusnya bisa mencegah perang ini terjadi
pada masa lalu.
Dia sudah punya kamar sendiri, yang ditatanya dengan kemauan
sendiri. Dia memilih sendiri letak kasur hingga bagaimana menyusun bantal.
Ya, Elang sudah tidur sendiri. Dimulai pada Kamis malam, 10
Februari 2022, ketika dua hari sebelumnya saya mengecet kamarnya dengan warna
biru tua dan biru muda. Dia juga lah yang memilih warna itu. Kami mengajaknya
ke toko bangunan dan memintanya menentukan pilihan.
Awalnya dia ingin warna merah dan hitam. Tapi kami
memberinya pertimbangan, jika warna itu sangat gelap dan bisa mengundang banyak
nyamuk. Lalu pencahayaan kamar pun harus bagus, sementara rumah kami, hanya
menggunakan satu bola lampu standar setiap kamar.
Katalog warna di toko bangunan dia perhatikan dengan baik.
Dan pilhannya jatuh pada warna kamar temboknya saat ini.
Rumah kami adalah perumahaan subsidi, yang hanya punya dua
kamar. Rumah ini kami tata dengan kepala ideal kami. Dimana satu kamar kami
anggap sebagai kamar utama. Tempat kami tidur bersama. Satu kamar lainnya, diperuntukkan
untuk keluarga, tamu, dan teman-teman yang kebetulan bermalam di rumah.
Tapi kini, “kamar tamu” sudah menjadi milik Elang. Jadi bisa
saja tamu yang akan menginap akan tidur di ruang utama rumah, di atas karpet,
bersisihan dengan rak buku dan mesin jahit Tika. Tapi jika Elang mengizinkan
masuk ke kamar, boleh lah tidur di kamarnya.
Kejadian, kemarin 19 Februari, adik perempuan saya yang
kuliah di Makassar, datang ke rumah. Karena dia datang malam, dan Elang sudah
tidur, mood-nya kurang bagus. Dia
menolak tantenya menemaninya tidur. Dan akhirnya, harus rela tidur di karpet.
Keesokannya, dia membujuk Elang, menemaninya main dan
akhirnya dengan ikhlas memberikannya ruang di kasur kamarnya tidur
Bersama.
Tapi, sebelum kamar itu menjadi milik Elang, kami punya rak
buku di dalamnya. Dan juga boks yang berisi buku – karena kami masih kekurangan
rak buku. Tapi ketika Elang resmi memiliki kamar itu, dia meminta mengeluarkan
buku bacaan kami berdua. Dia ingin, rak buku itu diganti dengan semua koleksi
bukunya.
Akhirnya tak ada pilihan lain, saya terpaksa harus memilah
buku yang tak begitu saya gunakan untuk kemudian disumbangkan, begitu pula
Tika. Rak buku itu punya enam kotak. Dua kotak dideret buku bacaannya. Dua
kotak lainnya, kami minta untuk menempatkan beberapa buku yang kami anggap
penting untuk tidak dipajang dirak ruang utama.
Dua rak lainnya, tempatnya menyusun tiga buah tabung
celengan. Serta beberapa Pernik mainannya. Di bagian atas rak, ditempatkannya buku-buku
besar, dan action figure berdiri rapi.
Dari mulai Batman sampai Thanos. Boks mainan lainnya berada di sisi kasur dekat
kepalanya.
Malam pertama yang
memukau
Ketika Elang sudah yakin akan tidur sendiri, kami cukup
gembira. Saya dan Tika, akhirnya mengalami proses ini. Ketika dia sudah tidur
di kamarnya, kami mematikan lampu kamar dan membiarkan pintu sedikit terbuka
agar cahaya dari lampu dapur bisa menerobos masuk kamar.
Sementara saya dan Tika tidur dengan perasaan berbeda.
Biasanya ada Elang ditengah kami, dan sebelum tidur selalu saling menjahili.
Kini di kasur ukuran tiga ini, kami hanya berdua. Pintu kamar kami lebar, untuk
memastikan jika Elang bangun tengah malam dan memilih masuk kamar.
Beberapa kali saya terbangun dan mengintip Elang di
kamarnya. Dia nyenyak sekali tidur, sambil memeluk boneka Doraemon yang
dijadikannya guling. Boneka itu adalah hadiah ulang tahunnya usia 2 tahun dari
Mamak Cung – kolega kami di Makassar.
Elang tidur dengan nyenyak dan kami bangun pagi bersama, dan
melihatnya dengan bangga. Lalu membantunya merapikan kasur. Setelah itu mandi,
sarapan dan dia berangkat sekolah.
Dan di pintu kamarnya tertulis dengan tinta pensil: Orang
endak boleh masuk hanya Elang.
0 comments:
Posting Komentar