Kamis, Januari 18, 2024

Kenapa Anak Kecil Tidak Memilih Presiden?

Èlang melihat baliho Prabowo-Gibran di salah satu sudut jalan pusat Kabupaten Maros. Dia membacanya dengan baik. 

Lalu, “Siapa itu Prabowo Gibran?,” katanya.

“Itu calon Presiden dan Wakil Presiden Indonesia,” jawab saya.

“Siapa yang calonkan,”

 

Pertanyaan itu membuat saya harus sejenak mengambil nafas. Saya harus hati-hati menjawabnya. Rentetan perjalanan panjang pasangan calon presiden dan wakil presiden itu bermain di kepala. Kemudian, saya bilang, jika masih ada dua pasangan lain yang jadi lawannya. Anies – Muhaimin dan Ganjar – Mahfud.

 

“Jadi siapa yang jadi presiden?,”

“Tidak tahu. Nanti di pilih di acara yang namanya Pemilu – pemilihan umum,”

“Anak kecil bisa masuk di tempat acara itu?,”

“Bisa. Tapi tidak memilih,”

“Kenapa begitu,”

 

Cerita kami makin rumit. Dan Èlang kembali ke pertanyaan awal. Siapa yang mencalonkan para pasangan itu. Dan saya memberanikan diri menjawabnya. “Partai yang calonkan.”

 

Seperti dugaanku, dia akan bertanya tentang apa itu partai. Lalu saya menjawabnya, dengan pelan; tempat orang-orang yang mau melihat Indonesia dari sisi keuntungan. Tempat kerja dan cari uang juga.

 

“Bapak tidak masuk partai,”

“Tidak. Semoga tidak. Karena bapak masih bisa bekerja sebagai penulis,”

“Tapi bapak nanti pilih presiden siapa?,”

“Belum tahu,”

“Karena bapak bukan anggota partai?,”

“Iya.”

 

Di perjalanan itu, Èlang berbalik ke saya. “Bagaimana caranya orang pilih presiden?.”

 

Jadi saya mencoba membagi pengalaman. Bila, pemilu itu adalah kegiatan di hari yang sama di seluruh Indonesia. Akan ada kertas suara dan gambar pasangan calon presiden itu akan di pasang. Orang-orang akan masuk ke kotak yang tidak boleh dilihat orang lain, terus memilih calon presiden dan wakil presidennya dengan cara menusuknya dengan benda tajam di kertas foto pasangan itu.

 

Penusuknya, biasanya pakai paku. Di tusuk di sembarang tempat yang penting tidak keluar dari kotak foto pasangan. Kalau ada orang yang menusuk dua pasangan sekaligus, atau tiga sekaligus, suaranya dianggap tidak sah. Dan tidak akan diulang.

 

Èlang, terlihat kebingungan. Dia belum bisa membayangkan, bagaimana presiden dan wakil presiden dipilih lewat gambar. “Kalau saya, tidak bisa memilih. Kan saya tidak kenal,” katanya.

 

“Tapi anak kecil belum bisa memilih. Nanti kalau sudah umur 17 tahun baru bisa,”

“Tapi saya memang tidak kenal calon presiden,”

“Kalau mau memilih, Èlang mau pilih calon presiden yang bagaimana?,”

“Tidak tahu. Tapi yang baik saja,”

“Seperti apa baiknya?,”

“Sekolah SD dikasi bagus. Dikasi mobil sekolah. Sama tidak jahat seperti presiden Israel yang mau perang,”

 

Èlang, mengangkat kakinya ke kursi. Dia lalu bilang, “Kalau nanti ada presiden, berarti itu untuk presiden orang besar toh. Kan anak anak tidak pilih,”

 

Saya tertegun mendengarnya. Dan gelagapan mencoba menjawab. Ini menjadi soal serius di kepala saya. Èlang anak kelas dua sekolah dasar, di rumah, sudah mulai memiliki hak suara. Memilih pakaian dan memilih harus memiliki pulpen atau pensil. Atau sepatu. Dia juga selalu mengomentari, bagaimana pengendara yang tidak menggunakan helm, atau kendaraan yang melambung saat garis jalan tidak putus-putus.

 

Anak-anak, diwakili oleh orang dewasa. Berpura-pura mengerti kemauan anak. Orang partai juga bicara perihal yang mengawang-awang untuk anak kecil. Saya bertanya pada beberapa teman sebaya perihal impian dan cita-cita. Tak seorang pun yang hendak mau menjadi presiden.

 

Meski jauh tahun sebelumnya, ketika Soeharto jadi Presiden dan saya masih sekolah dasar. Ada banyak teman yang ingin menjadi Presiden. “Èlang tahu siapa presiden Indonesia sekarang?,”

 

“Jokowi toh,”

“Dia baik atau tidak menurut Èlang,”

“Tidak tahu. Dia juga saya tidak kenal,”

 

Saya tertawa mendengarnya. Menertawai keadaan saya tak bisa menjelaskan dengan baik, bagaimana presiden Indonesia itu. “Bapak sebenarnya, apa pekerjaan presiden itu?,” kata Èlang.

 

Kali ini, kendaraan kami sudah masuk ke jalanan kompleks perumahaan. Saya mengelak dan bilang, untuk berjanji mencari jawabannya. Apa yang tugas utama Presiden untuk anak-anak di Indonesia.?

0 comments:

Posting Komentar